Industri haute couture, atau adibusana, di Indonesia dan Asia Pasifik tengah mengalami fase pertumbuhan yang dinamis. Meski belum semapan Prancis sebagai kiblat mode dunia, kawasan ini menunjukkan potensi besar melalui kreativitas desainer muda, adaptasi budaya lokal, serta penetrasi pasar global.
Industri Fashion Haute Couture Makin Tumbuh
Produk fashion mewah seperti haute couture tidak lagi hanya menjadi simbol status, tetapi juga bentuk ekspresi diri, warisan budaya, dan keterlibatan emosional. Konsumen muda terutama milenial dan Gen Z, menuntut lebih dari sekadar barang, mereka mencari cerita, keberlanjutan, dan personalisasi dalam setiap pembelian. Kawasan Asia Pasifik menjadi salah satu pusat pertumbuhan tercepat bagi industri fashion mewah global. Data dari IMARC Group menunjukkan bahwa wilayah ini menguasai sekitar 39,8% pangsa pasar barang mewah dunia pada 2024. Di Indonesia, industri fashion menyumbang sekitar 31% dari pendapatan sektor ekonomi kreatif nasional. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memperkirakan sektor ini akan tumbuh rata-rata 4,26% per tahun hingga 2029, dengan nilai pasar mencapai US$9,6 miliar (Rp156,47 triliun).
Indonesia semakin diperhitungkan dalam industri haute couture Asia, didukung oleh:
- Pertumbuhan kelas menengah yang pesat, dengan peningkatan daya beli untuk produk premium.
- Populasi muda yang besar dan melek mode, terutama generasi milenial dan Gen Z.
- Pesatnya pertumbuhan e-commerce yang memperluas akses ke produk fashion mewah di luar butik fisik eksklusif.
- Popularitas brand lokal Indonesia di kancah global yang mendorong kebanggaan dan daya saing internasional.
- Digitalisasi dan penetrasi internet yang luas, mempercepat akses dan inklusi pasar haute couture.
Dengan kombinasi faktor tersebut, Indonesia semakin potensial dalam lanskap haute couture Asia, sekaligus membuka peluang besar bagi desainer lokal untuk tampil di panggung internasional.
Baca juga: Tips Usaha Fashion Laris Manis dengan Teknologi Praktis!
Evolusi Preferensi Konsumen Haute Couture
Konsumen haute couture di Asia Pasifik, termasuk Indonesia, didominasi oleh generasi muda dari kalangan menengah atas hingga high net-worth individuals (HNWI). Mereka tidak lagi membeli fashion mewah semata sebagai simbol status, tetapi juga sebagai bentuk ekspresi diri, apresiasi terhadap craftsmanship, dan keterikatan pada nilai-nilai budaya.
Meningkatnya minat terhadap brand lokal yang mampu memadukan tradisi dan inovasi menunjukkan adanya perubahan nilai dalam konsumsi fashion. Konsumen semakin mengutamakan personalisasi, keberlanjutan, dan storytelling dalam memilih produk. Di sisi lain, pengaruh media sosial dan peran influencer sangat signifikan dalam membentuk preferensi, mempercepat adopsi tren, dan memperluas eksposur brand haute couture. Perubahan perilaku konsumen inilah yang mendorong industri haute couture untuk beradaptasi melalui inovasi digital dan ekspansi kanal distribusi.
E-Commerce dan Teknologi Imersif: Masa Depan Haute Couture

Transformasi digital menjadi pendorong utama dalam memperluas jangkauan pasar haute couture. Produk-produk eksklusif yang dulu hanya tersedia di butik fisik kini dapat diakses secara online melalui e-commerce dan platform digital.
- Haute Couture Merambah E-Commerce
Konsumen Indonesia dan Asia kini dapat dengan mudah menjelajahi koleksi haute couture dari brand global maupun desainer lokal hanya lewat smartphone. Hal tersebut tercermin dari beberapa desainer haute couture Indonesia yang mulai merambah ke dunia e-commerce. Nama-nama seperti Tex Saverio, Harry Halim, dan Didiet Maulana, kini mereka tidak hanya tampil di runway internasional, tetapi juga menghadirkan karya eksklusif melalui platform digital. Hal ini tidak hanya memperluas akses konsumen, tetapi juga menandai pergeseran distribusi dalam industri fesyen mewah. Dengan demikian, produk haute couture Indonesia dapat diakses oleh pasar yang lebih luas.
Baca juga: Intip Rahasia Sukses Bisnis Fashion HGL yang Hits di Bandung
- Digitalisasi melalui Virtual Try-on & AR
Selain itu, digitalisasi juga membuka peluang untuk menghadirkan pengalaman belanja yang lebih personal dan imersif melalui teknologi seperti virtual try-on dan augmented reality (AR). Hal ini memperkuat engagement antara brand dan konsumen, serta memperluas target pasar hingga ke wilayah yang sebelumnya tidak tersentuh oleh distribusi konvensional.
Ke depan, kesuksesan industri haute couture di Indonesia dan Asia Pasifik akan sangat ditentukan oleh kemampuan untuk menjaga keseimbangan antara warisan budaya dan inovasi digital. Dengan terus mendorong kolaborasi antara desainer, pelaku teknologi, dan pemerintah, kawasan ini tidak hanya mampu menciptakan produk fesyen mewah yang kompetitif secara global, tetapi juga membangun ekosistem mode yang inklusif, berkelanjutan, dan berorientasi masa depan. Haute couture bukan lagi sekadar milik kota mode dunia, tetapi juga panggung bagi talenta dan kreativitas yang tengah bersinar terang.