Waspada 4 Jenis Kejahatan Digital Populer dalam Industri Pembayaran

kejahatan digital
Table of Contents

Semakin berkembangnya teknologi, transaksi keuangan juga semakin mudah dilakukan. Namun, kemudahan ini ternyata juga membuka celah bagi berbagai bentuk penipuan atau fraud digital. Mulai dari rekayasa sosial atau social engineering hingga penyalahgunaan data kartu kredit, para pelaku memanfaatkan celah-celah keamanan, ketidaktahuan pengguna, dan kelengahan merchant untuk melancarkan aksinya. Di Industri pembayaran digital, beberapa modus fraud berikut kerap terjadi, seperti berikut ini.

Jenis Fraud dan Kejahatan Digital yang Marak di Industri Pembayaran

1. Modus Social Engineering

Salah satu modus penipuan yang paling sering terjadi berawal dari iming-iming hadiah bernilai besar, seperti uang tunai, gadget, atau mobil. Pelaku menghubungi korban melalui telepon atau pesan teks, mengklaim bahwa korban memenangkan undian atau program loyalitas dari perusahaan ternama.

Setelah korban menunjukkan ketertarikan, pelaku melanjutkan aksinya dengan menyamar sebagai representatif dari institusi resmi seperti penyedia layanan keuangan, atau platform e-commerce. Pelaku menggunakan bahasa yang formal dan meyakinkan untuk membangun kepercayaan, lalu mengarahkan korban untuk membuka aplikasi mobile banking, membagikan kode OTP, atau mengeklik tautan tertentu. Tanpa disadari, korban justru memberikan akses ke akun pribadinya atau bahkan mentransfer dana langsung ke rekening pelaku.

Modus serupa juga sering ditemukan dalam penipuan jual beli online. Pelaku menawarkan produk dengan harga yang sangat murah untuk menarik minat misalnya melalui media sosial. Korban yang tergiur kemudian diminta untuk segera melakukan pembayaran sebelum kehabisan stok. Namun setelah pembayaran dilakukan, barang tidak pernah dikirim. Beberapa pelaku bahkan langsung memblokir kontak korban agar tidak bisa dihubungi kembali.

Baik melalui janji hadiah maupun penawaran harga menarik, seluruh skema ini bertumpu pada rekayasa sosial (social engineering) yaitu teknik manipulasi psikologis yang memanfaatkan emosi korban, seperti rasa senang, terburu-buru, atau takut kehilangan kesempatan, untuk mendorong mereka bertindak tanpa berpikir logis.

Dalam menjalankan aksinya, pelaku kerap menggunakan layanan keuangan, seperti rekening bank atau dompet digital, sebagai sarana untuk menampung dana hasil penipuan. Penting untuk dipahami bahwa penyedia layanan keuangan ini bukanlah pelaku, melainkan pihak yang infrastruktur layanannya dimanfaatkan oleh oknum penipu untuk menjalankan aksi kejahatan.

2. Account Take Over (ATO)

Account Take Over adalah modus di mana pelaku mengambil alih akun milik orang lain dengan memanipulasi korban untuk memberikan data pribadi. Proses ini biasanya masih melibatkan rekayasa sosial, seperti berpura-pura sebagai pihak bank untuk mendapatkan informasi penting. Setelah akun berhasil diambil alih, pelaku dapat memindahkan dana, mengganti informasi login, atau bahkan mengakses fitur keuangan lain secara ilegal.

3. Penipuan Berbasis Carding dalam Dunia Bisnis

Di sisi lain, pelaku usaha juga rentan menjadi korban penipuan berbasis carding. Dalam skenario ini, pelaku menggunakan kartu kredit hasil fraud untuk membeli produk dari merchant, terutama produk digital seperti pulsa, voucher, atau layanan berlangganan. Karena produk digital dikirim secara otomatis dan tidak ada pengiriman secara offline, transaksi tersebut tetap berjalan. Namun ketika pemilik asli kartu melaporkan penyalahgunaan, bank akan membatalkan (chargeback) transaksi, dan merchant harus menanggung kerugiannya, baik dari sisi keuangan maupun reputasi.

4. Penyalahgunaan Identitas dan Verifikasi Palsu

Dalam ekosistem bisnis digital, khususnya yang mengandalkan proses verifikasi online (Know Your Customer/KYC), penyalahgunaan identitas menjadi salah satu celah yang sering dimanfaatkan pelaku kejahatan. Mereka menggunakan dokumen identitas palsu, baik yang sepenuhnya direkayasa maupun hasil edit dari dokumen asli untuk membuka akun pribadi maupun bisnis.

Misalnya, modus ini bisa mencakup manipulasi foto selfie agar seolah-olah diambil di lokasi usaha orang lain, penggunaan satu identitas untuk membuat banyak akun, atau bahkan pemalsuan data seperti alamat dan nama. Beberapa kasus juga menunjukkan individu yang memiliki lebih dari satu KTP, atau satu alamat digunakan oleh beberapa identitas berbeda.

Akun-akun yang dibuka dengan cara ini kemudian digunakan untuk tujuan yang tidak sah, seperti menampung dana hasil penipuan. Celah pada sistem verifikasi ini menjadi tantangan besar bagi platform bisnis dan penyedia layanan keuangan digital.

Tips Pencegahan & Penanganan Jika Mengalami Kejahatan Digital

Baik konsumen maupun pelaku bisnis memiliki peran penting dalam menjaga keamanan transaksi. Ketika kejahatan digital terjadi, langkah responsif sangat diperlukan agar kerugian bisa diminimalisir dan tidak terulang kembali. Berikut tips pencegahan sekaligus langkah penanganan jika Anda menjadi korban:

Tips Pencegahan bagi Konsumen maupun Pebisnis:

  1. Waspada terhadap penawaran mencurigakan, termasuk kerja sama pengelolaan transaksi dari pihak tak dikenal.

  2. Jangan mudah tergiur oleh hadiah, promo, atau diskon besar yang dikirim via chat, telepon, atau email oleh pengirim yang tidak dikenal.

  3. Hindari mengklik tautan (link URL) tak dikenal, terutama yang dikirim melalui pesan instan atau email yang mencurigakan.

  4. Jangan pernah membagikan data kredensial akun pribadi maupun bisnis seperti username, password, atau kode OTP kepada siapa pun, termasuk yang mengaku dari pihak resmi.

  5. Ganti password akun secara berkala, termasuk akun layanan pembayaran yang Anda gunakan.

  6. Lakukan monitoring rutin terhadap transaksi, perhatikan pola mencurigakan seperti pemesanan berulang dari akun berbeda, data pelanggan yang tidak konsisten, atau permintaan pengiriman mendesak.

  7. Manfaatkan teknologi anti-penipuan, seperti sistem yang bisa mendeteksi transaksi anomali, identitas palsu, atau akun tidak wajar.

  8. Lakukan pelatihan internal bagi staf agar mampu mengenali ciri-ciri fraud membangun kesadaran terhadap modus penipuan agar dapat dilakukan langkah pencegahan.

Langkah Penanganan Jika Sudah Terjadi:

  • Segera laporkan kepada pihak kepolisian jika Anda menjadi korban penipuan social engineering.
  • Hubungi bank atau penyedia layanan keuangan tempat transaksi terjadi untuk menghentikan aliran dana.
  • Jika Anda merupakan merchant DOKU atau pemilik akun DOKU e-Wallet, segera:

a. Hubungi layanan pelanggan DOKU.

b. Request untuk penutupan akun atau lakukan reset password sesegera mungkin jika Anda masih dapat login atau mengakses akun.

  • Kumpulkan bukti transaksi atau komunikasi dengan pelaku untuk mempermudah investigasi.

Hal yang Perlu diingat!

Dalam menjalankan aksinya, pelaku kejahatan digital kerap memanfaatkan layanan keuangan seperti rekening bank, dompet digital, atau platform pembayaran sebagai sarana untuk menampung dana hasil penipuan. Modus ini semakin marak karena infrastruktur digital yang tersedia memudahkan pelaku dalam menyamarkan identitas serta melancarkan transaksi secara cepat dan tersembunyi. Namun, penting untuk dipahami bahwa penyedia layanan keuangan bukanlah pelaku dari kejahatan tersebut, melainkan pihak yang sistemnya disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Sebagai perusahaan fintech pembayaran, DOKU senantiasa berkomitmen untuk menjaga integritas ekosistem keuangan digital dengan menerapkan sistem keamanan berlapis, memantau aktivitas transaksi secara aktif, serta melakukan verifikasi identitas pengguna secara ketat. DOKU juga terus mengedukasi mitra dan pengguna agar lebih waspada terhadap berbagai bentuk penipuan, serta mendorong kolaborasi dengan otoritas terkait untuk mencegah dan menindak pelaku kejahatan siber secara tegas.